Posted by : Unknown
Minggu, 29 September 2013
Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini
sering disebut dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model
ini adalah model yang muncul pertama kali yaitu sekitar tahun 1970
sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan model yang paling banyak
dipakai didalam Software Engineering (SE). Model ini melakukan
pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level kebutuhan sistem
lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing / verification,
dan maintenance. Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang
dilalui harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan
berurutan. Sebagai contoh tahap desain harus menunggu selesainya tahap
sebelumnya yaitu tahap requirement. Secara umum tahapan pada model
waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar di atas adalah tahapan umum dari model proses
ini. Akan tetapi Roger S. Pressman memecah model ini menjadi 6 tahapan
meskipun secara garis besar sama dengan tahapan-tahapan model waterfall
pada umumnya. Berikut adalah penjelasan dari tahap-tahap yang dilakukan
di dalam model ini menurut Pressman:
-
System / Information Engineering and Modeling. Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition.
-
Software Requirements Analysis. Proses pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface, dsb. Dari 2 aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
-
Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software.
-
Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.
-
Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
-
Maintenance. Pemeliharaan suatu software diperlukan, termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena software yang dibuat tidak selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada errors kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-fitur yang belum ada pada software tersebut. Pengembangan diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem operasi, atau perangkat lainnya.
Mengapa model ini sangat populer???
Selain karena pengaplikasian menggunakan model ini mudah, kelebihan
dari model ini adalah ketika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikan
secara utuh, eksplisit, dan benar di awal project, maka SE dapat
berjalan dengan baik dan tanpa masalah. Meskipun seringkali kebutuhan
sistem tidak dapat didefinisikan seeksplisit yang diinginkan, tetapi
paling tidak, problem pada kebutuhan sistem di awal project lebih
ekonomis dalam hal uang (lebih murah), usaha, dan waktu yang terbuang
lebih sedikit jika dibandingkan problem yang muncul pada tahap-tahap
selanjutnya.
Meskipun demikian, karena
model ini melakukan pendekatan secara urut / sequential, maka ketika
suatu tahap terhambat, tahap selanjutnya tidak dapat dikerjakan dengan
baik dan itu menjadi salah satu kekurangan dari model ini. Selain itu,
ada beberapa kekurangan pengaplikasian model ini, antara lain adalah
sebagai berikut:
-
Ketika problem muncul, maka proses berhenti, karena tidak dapat menuju ke tahapan selanjutnya. Bahkan jika kemungkinan problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan sebelumnya, maka proses harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini tidak muncul. Hal-hal seperti ini yang dapat membuang waktu pengerjaan SE.
-
Karena pendekatannya secara sequential, maka setiap tahap harus menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Hal itu tentu membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian lain tidak dapat mengerjakan hal lain selain hanya menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali model ini berlangsung lama pengerjaannya.
-
Pada setiap tahap proses tentunya dipekerjakan sesuai spesialisasinya masing-masing. Oleh karena itu, ketika tahap tersebut sudah tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga tidak terpakai lagi. Oleh karena itu, seringkali pada model proses ini dibutuhkan seseorang yang “multi-skilled”, sehingga minimal dapat membantu pengerjaan untuk tahapan berikutnya.
Menurut saya, tahapan-tahapan model ini sudah cukup
baik dalam artian minimal untuk melakukan SE, maka harus ada
tahapan-tahapan ini. Tahapan-tahapan ini jugalah yang digunakan oleh
model-model yang lain pada umumnya. Ada filosofi yang mengatakan sesuatu
yang sukses diciptakan pertama kali, maka akan terus dipakai di dalam
pengembangannya. Hal ini juga berlaku pada waterfall model ini. Mungkin
dapat dikatakan bahwa inilah standar untuk melakukan SE.
Akan tetapi, yang mungkin menjadi banyak pertimbangan
mengenai penggunaan dari model ini adalah metode sequential-nya.
Mungkin untuk awal-awal software diciptakan, hal ini tidak menjadi
masalah, karena dengan berjalan secara berurutan, maka model ini menjadi
mudah dilakukan. Sesuatu yang mudah biasanya hasilnya bagus. Oleh
karena itu model ini sangat populer. Akan tetapi, seiring perkembangan
software, model ini tentu tidak bisa mengikutinya. Yang menjadi
kelemahan adalah pada pengerjaan secara berurutan tadi, seperti yang
sudah saya utarakan sebelumnya. Kelemahan-kelemahan yang lain juga sudah
saya utarakan di atas, atau bahkan masih ada yang lainnya.
Dari sini, nantinya akan dikembangkan model-model
yang lain, bahkan ada tahap evolusioner dari suatu model proses untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan tadi. Meskipun secara tahapan masih
menggunakan standar tahapan waterfall model. Kesimpulannya adalah ketika
suatu project skalanya sedang mengarah kecil bisa menggunakan model
ini. Akan tetapi kalau sudah project besar, tampaknya kesulitan jika
menggunakan model ini.